Apa itu Keguguran Akibat Blighted Ovum dan Cara Menghadapinya
ilustrsi kehamilan
Keguguran adalah ancaman yang sering menghantui kehamilan. Ada beberapa penyebab keguguran, salah satunya adalah blighted ovum (BO) atau yang disebut kehamilan kosong. Apa yang dimaksud dnegan kehamilan kosong tersebut, dan mengapa terjadi keguguran?
Seorang ibu yang hamil tentunya ingin kehamilannya aman, lancar, dan tidak terjadi keguguran. Namun fakta kadang berkata lain. Namanya keguguran, setiap perempuan pasti sedih, karena merasa kehilangan. Apalagi sudah sempat merasakan suka dukanya proses kehamilan.
Keguguran akibat BO ini terjadi sebelum usia kandungan tiga bulan, atau masuk dalam trimester pertama. Artikel ini dibuat atas dasar pengalaman pribadi, karena aku pernah mengalami dua kali keguguran akibat BO, yang kemudian harus diosperasi kuret.
Keguguran pertama adalah saat aku hamil untuk ketiga kalinya. Atau seharusnya hamil anak ketiga. Anak pertama kali lahir sehat dan sekarang menginjak remaja. Anak kedua, meninggal saat usia berusia 2 bulan 10 hari. Nah, dalam proses duka ditinggal anak kedua inilah, aku hamil enam bulan kemudian. Tentu kehamilan ini kami sambut dengan suka cita, karena serasa akan melahirkan kembali anak yang meninggal.
Tapi pada usia dua bulan kehamilan, ketika aku USG ke dokter kandungan, dokter menyatakan kandunganku tidak berkembang. Aku seperti mendengar petir di siang bolong. Meski sebenarnya aku belum paham apa maksudnya. Namun untuk bertanya lebih jauh pada dokter aku tak sanggup, lidah terasa kelu.
Saat aku masih belum mengerti, dokter menyatakan harus segera dilakukan operasi kuret. Alias operasi pembuangan si janin. Aku bergidik. Dokter menyatakan itu semua seolah tanpa rasa. Aku ingat, waktu itu aku konsultasi pada hari Jumat pukul 11 siang. Dan katanya, kuret akan dilakukan habis sholat Jumat.
Aku sungguh tak mengerti apa yang terjadi. Dua hari lalu aku datang ke dokter ini karena merasa ada yang aneh dengan kehamilanku, ya itu adanya flek-flek coklat. Aku lantas mengambil posisi berbaring di rumah dengan merileks-rileks-kan diri. Atas saran seorang ipar yang pernah keguguran, aku berbaring dengan kaki diganjal bantal, supaya lebih tinggi.
Karena cemas, esoknya aku memeriksakan diri ke dokter kandungan. Memang bukan dokter langganan yang kami datangi, karena dokter langganan praktek di rumah sakit itu masih dua hari lagi. Setelah di USG, dokter menyatakan kandunganku baik-baik saja. Dia memberiku vitamin, dan menyarankanku bed rest di rumah.
Tapi flek yang keluar bahkan semakin banyak. Esoknya, bahkan sudah seperti menstruasi. Esoknya lagi, aku memutuskan untuk memeriksakan diri. Kebetulan si dokter praktek lagi di hari itu.
Tapi kenapa sin dokter kemudian menyatakan kandunganku tidak berkembang. Dua hari lalu dia bilang baik-baik saja, hanya perlu dibawa bed rest dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Dan dengan entengnya juga mengatakan aku harus dikuret.
Suamiku yang turut mendampingin dalam konsultasi itu juga tak dapat berkata-kata. Tapi ketika sudah keluar ruangan dokter, dia menyarankan aku menelpon dokter kandungan langganan kami.
Betul juga, pikirku. Istilahnya second opinion. Apalagi second opinionnya adalah dokter langganan, yang sudah menanganiku saat dua kali kehamilan sebelumnya. Kutelpon dokter langganan dengan pertama kali menyatakan aku hamil.
“Wah selamat ya,” kata si dokter
“Tapi saya baru saja dikatakan BO, Dok,” kataku cepat.
Aku lantas menceritakan perihal hasil konsultasi hari ini, dengan rekannya yang praktik di rumah sakit yang sama. Dokter langgananku itu lantas menyarankan agar aku di USG ulang, dan kebetulan dia praktek pada hari Jumat malam itu.
Aku pulang ke rumah dengan sedikit rasa tenang, dan mencoba mengatasi ketegangan, smabil terus komat kamit berdoa agar janin di kandunganku baik-baik saja. Dan semoga hasil USG nanti malam mematahkan hasil pemeriksaan siang ini.
Malam harinya, aku datang lagi ke rumah sakit tersebut. Jantung ku rasanya bedetak kencang saat dokter menatap lekat-lekat layar USG. Mulutku masih terus komat kamit berdoa. Aku merasa seperti kehamilan pada umumnya. Merasakan mual, hilang napsu makan, dan lemas. Laku kemudian muncul flek-flek itu, yang semakin hari menjadi semakin banyak.
“Ini memang tidak ada janinnya,” kata dokter memecah kesunyian.
Aku dan suamiku kaget. Saling berpandangan. Aku ingin menangis, tapi malu. Ya sudahlah, aku harus percaya dengan dua orang dokter yang sudah memeriksaku. Apalagi mereka berdua itu adalah dokter senior.
Tadinya kami pikir kuert akan dilakukan malam itu juga, saat itu juga. Seperti tadi dokter yang siang menyatakan, kuret dilakukan setelah sholat Jumat. Tapi dokter yan satu ini justru kaget, dan menyarankan kuret esok pagi saja. Tidak ada masalah bila ditunda, toh janinnya tidak ada.
Saat pulang ke rumah, kucoba melapang-lapangkan hati. Saat itulah aku mencoba searching informasi apa itu blighted ovum.
Pengertian Blighted Ovum
Blighted ovum (BO) atau kehamilan kosong adalah kehamilan yang tidak janinnya (embrio). Dikutif dari situs alodokter, dalam dunia medis, BO dikenal dengan istilah anembryonic gestation. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya keguguran oada kehamilan trimester pertama.
Blighted ovum biasanya terjadi akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom sendiri data disebabkan oleh pembelahan sel yang tidak sempurna serta kualitas seltelur dan sperma yang buruk. Pada kehamilan kosong, pembuahan (pertemuan sel telur dan sel sperma) tetap terjadi, tapi hasil pembuahan ini tidak berkembang menjadi embrio.
Kejadian blighted ovum ini diawali dengan adanya munculnya flek-flek coklat, yang semakin lama semakin banyak. Flek yang keluar kemudian berwarna merah tua, seperti darah menstruasi. Bisa saja diawali atau disertai dengan nyeri perut, tapi bisa pula tidak.
Seorang perempuan yang mengalami kehamilan BO, akan mengalami tanda kehamilan seperti pada umumnya, yaitu mual, lemas, kehilangan napsu makan, hingga muntah. Itu artinya, pada kehamilan kosong, seorang perempuan juga mengalami morning sickness dan terhentinya siklus menstruasi.
Ketika dilakukan test pack, hasilnya akan positif. Kehamilan kosong baru dapat diketahui pasti setelah dilakukan USG. Itu pun, seperti dari pengalaman ku tersebut, dokter sempat menyatakan kehamilanku baik-baik saja alias normal, sampai kemudian terjadi flek dan darah sudah keluar bak menstruasi.
Bagaimana bila kita tidak melakukan USG? Karena kehamilan tersebut abnormal, atau dalam istilah dokter itu adalah “benda asing” maka tubuh akan meresponnya dengan mengeluarkan “benda asing” tersebut. Itulah yang kita kenal dengan keguguran. Peristiwa keguguran akibat blighted ovum ini terjadi antara minggu ke-8 hingga ke-13 kehamilan.
Aku sendiri, setelah membaca banyak informasi tersebut, menjadi kuat hati untuk mengikuti prosedur kuret tersebut. Aku harus ikhlas, karena toh memang tidak ada apa-apanya.
Tapi tentu saja, yang namanya perasaan kehilangan, meski sesuatu tidak ada, terasa begitu menyakitkan. Itu karena aku belum lama kehilangan bayi. Dan tak enaknya, aku menjalani operasi persis di tempat tidur aku melahirkan anak kedua yang kemudian meninggal dunia tersebut. Sungguh, jiwaku terasa begitu terhempas.
Tadinya aku berpikir, setelah meninggalnya Alvin (nama anakku tersebut), maka aku akan segara diberi gantinya. Seperti ceramah agama yang menyatakan, “tanda-tanda datangnya pagi adalah pekatnya malam.” Ternyata aku belum menemui pagi. Aku pun sadar, setelah malam belum langsung pagi, tapi ada peristiwa dini hari, dan ada proses fajar yang menyingsing.
Kejadian Blighted Ovum yang kedua
Kehamilan kosong kedua yang kualami terjadi enam tahun kemudian. Atau setelah aku melahirkan anak ketiga, yang ketika itu sudah berusia sudah berusia tahun. Alangkan senangnya kami ketika mengetahui aku hamil lagi. Anak-anak pun senang, akan punya adik lagi.
Namun sayang, ketika memeriksakan diri ke dokter, dinyatakan aku mengalami kehamilan kosong. Aku diminta datang dua pekan lagi untuk memastikan kehamilanku itu tidak ada janin.
Pada pemeriksaan kedua, hasilnya sama saja. Tidak berkembang alias kosong. Dokterpun menyarankan untuk dikuret. Namun waktu itu aku sedang sibuk dengan pekerjaan, sehingga dokter pun memberi obat, dan menyatakan, bila sudah sempat minumlah obat itu, dan langsung bersiap ke rumah sakit. Aku menduga, obat itu adalah “penghancur” kehamilan, agar bisa segera bisa dikuret.
Kesibuka pekerjaan membuat aku tak sempat memikirkan obat itu. hingga kemudian aku menyadari adanya flek-flek coklat, yang kemudian semakin banyak, dan sudah seperti menstruasi. Begitulah, akhirnya aku memantapkan diri menuju rumah sakit untuk operasi kembali. Meski merasa kehilangan, rasaku tak seterhempas kejadian pertama.
Dapatkah Kehamilan Kosong Dicegah?
Penyebab pasti blighted ovum belum dapat diketahui secara pasti. Dokter hanya bisa menyatakan akibat kelainan kromosom pada sel telur, sehingga proses pembelahan sel tidak sempurna. Pembuahan menjadi tidak menghasilkan embrio dan berhenti berkembang. Kita hanya bisa mencegahnya dengan menerapkan pola hidup sehat.
Karena itu, sebaiknya pada trimester pertama kehamilan, kita sudah memeriksakan diri ke dokter, untuk mengecek lebih jauh kondisi janin. Setidaknya untuk mempersiapkan mental bila ternyata kehamilan tidak berkembang sesuai yang dikehendaki.
Setelah operasi kuret, seorang ibu sudah bisa hamil lagi setelah melewati tiga kali sikluas menstruasi. Asalkan kondisi ibu sehat. Jadi jangan lama-lama downnya, ya mom.
Semoga kita sehat selalu.







