Cara Mengikhlaskan Anak yang Sudah Meninggal Dunia
cara mengikhlskan anak yang meninggal dunia
Angka kematian bayi hingga saat ini masih tinggi. Banyak orang tua yang terpuruk atau sedih yang berlarut-larut setelah ditinggal sang buah hati. Lalu bagaimana caranya mengikhlaskan anak yang sudah meninggal dunia?
Bayi adalah makluk kecil yang masih mudah terkena serangan penyakit. Dia bisa meninggal karena penyakit bawaan, atau penyakit yang diderita setelah lahir. Bayi juga bisa meninggal karena berbagai sebab ketika masih dalam kandungan, atau saat proses dilahirkan.
Dulu, aku tidak pernah menduga bahwa anakku akan meninggal dalam usia yang teramat muda, 2 bulan 10 hari. Meskipun saat itu seorang perawat yang menyambut anakku di ruang UGD mengatakan, untung anaknya cepat dibawa ke rumah sakit, kalau enggak “bisa lewat”…. Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya. Aku yakin sekali, sebagai anak manusia, bayiku tidak akan mudah begitu saja mati. Dia punya daya tahan, apalagi dia tidak memiliki penyakit bawaan.
Bayiku yang bernama Alvin Rafa saat itu menderita batuk, yang dalam bahasa kedokteran disebut “Bronchohiolitis”. Sekujur tubuhnya, mulai dari badan, muka, hingga bibir, membiru bila batuknya akan datang. Dan malam itu, kubawa dia ke rumah sakit karena napasnya tiba-tiba sesak. Mukanya, terutama pelipis dan kening, kulihat membiru. Napasnya tersengal-sengal.
Itu adalah kali kedua Alvin dilarikan ke rumah sakit. Sebelumnya dia sempat pula dirawat di rumah sakit itu karena pada suatu tengah malam, kudapati dia seperti orang tengah mendengkur keras. Suaranya memenuhi ruangan rumah kecil kami. Alvin saat itu menderita batuk, dan sudah dua kali ke dokter. Waktu itu Alvin sempat dirawat lima hari di ruang Neonatal Care Unit.
Ketika pulang dari rumah sakit, kulihat belum ada perubahan. Alvin yang saat itu berusia 40 hari, masih batuk. Ketika kutanyakan pada dokter yang merawat, untuk menyembuhkan batuk pada bayi memang membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar tiga bulan. Aku sempat heran ketika itu, karena saat kami pulang dari RS, tidak ada obat yang diberikan, ataupun resep yang musti ditebus.
Ketika Alvin dilarikan ke rumah sakit untuk kedua kalinya itu (selang 18 hari kemudian, dan dalam jangka waktu itu kami sempat membawanya dua kali ke dokter spesialis), ternyata Alvin tak boleh lagi masuk ruang neonatal, karena usianya sudah lebih dari 40 hari. Dia harus dirawat di ruang anak. Tapi saat itu ruang anak sedang penuh. Jadilah kami keliling rumah sakit pada tengah malam itu, dengan menyewa ambulance. Ada rumah sakit yang menyatakan sedang tidak ada dokter praktek, ada yang menyatakan tidak ada ruang ICU anak, dsb.
Singkat cerita, akhirnya kami diterima di sebuah rumah sakit swasta. Dokter yang memeriksanya menyarankan agar Alvin masuk ruang ICU alias Intensive Care Unit. Sampai disini, aku masih saja berprasangka baik. Kukira dia harus masuk ICU karena semua aktivitas organ tubuhnya harus dipantau secara prima, karena dia masih bayi, dan tidak bisa menyatakan apa yang sedang dikeluhkan.
Untuk bisa dirawat di ruang ICU, kami harus membayar Rp 5 juta sebagai jaminan. Kebetulan saat itu suamiku membawa uang Rp 1 juta. Sisanya, Rp 4 juta, setelah melalui negosiasi yang alot, kami diperbolehkan membayarnya dalam tempo dua hari, setelah menandatangani surat pernyataan kesanggupan di atas materai.
Ternyata Alvin melepas nyawanya di ruang ICU tersebut. Setelah dirawat selama delapan hari, Alvin kritis, lalu meninggal. Aku kaget bukan kepalang. Tak percaya. Oh, itukah yang namanya takdir. Takdir adalah sebuah ketetapan tuhan, meskipun tak masuk akal.
Cara Mengikhlaskan Anak yang Meninggal Dunia
Dari kisah yang kupaparkan di atas, ini cara mengikhlaskan anak yang sudah meninggal dunia berdasarkan pengalamanku pribadi. Artikel ini sebenarnya sudah pernah kupublish di blog ilafadilasari.worpress.com dengan judul Mengatasi Kesedihan Saat Buah Hati Berpulang pada 19 Juli 2013 lalu.
- Apapun penyebabnya, takdirlah penentunya
Sakit memang, harus menerima kenyataan itu. Tapi apa boleh buat, kalau Tuhan sudah berkehendak, atas nama takdir, semua bisa terjadi. Mengikhlaskan memang sulit, tapi perlahan-lahan harus diupayakan. Sering bergeraknya waktu, rasa sedih perlahan akan terkikis, asalkan kita bisa melakukan hal-hal yang positif. Jangankan kita manusia biasa, nabi Muhammad pun meneteskan air mata ketika puteranya meninggal.
- Selalu ingat kepada Allah
Seperti dikatakan di atas, semua adalah kehendak Tuhan. Meskipun pedih, usahakan untuk tidak membanding-bandingkan nasib kita dengan orang lain, baik itu saudara, teman, ataupun tetangga. Setiap orang ada jalan hidup dan suratan masing-masing. Ada kalimat teman saya yang sangat membekas di hati, yaitu: Kita adalah orang-orang rugi yang diuntungkan. Rugi karena kita dipisahkan dari orang yang dicintai. Diuntungkan karena tidak semua orang mendapat rahmat seperti itu. Jadi, tetaplah selalu mengingat dan mendekatkan diri pada Allah. Buatlah hati-Nya luluh dengan ketegaran hati anda menghadapi musibah. Rajinlah sholat termasuk sholat sunat, wirid, dan membaca Al Qur’an.
Pengalamanku, shalat berjamaah di masjid, membuat hati terasa lapang. Karena saat itu akan muncul perasaan, bahwa tidak hanya aku yang mengharapkan rahmat dan kasih sayang Allah, tapi juga puluhan atau bahkan ratusan umat manusia lainnya yang sedang bersama-samaku sholat berjamaah.Aku sampai menangis saat mendengar takbir menggema ketika sholat hari raya di lapangan, tak lama setelah kematian Alvin. Ah, betapa kecilnya umat manusia, kataku membatin ketika itu. Hingga tak aneh, anakku bisa diambil-Nya.
- Anak yang meninggal adalah tabungan (pahala) bagi orang tuanya di akherat.
Dulu sebelum anak meninggal, aku tak pernah mendengar kalimat itu. Maka ketika ada seorang kawan yang menyatakannya, aku sempat terkesima. Benarkah? Dan setelah kucari-cari, ternyata sumbernya kuat. Diantaranya diriwayatkan Bukhari-Muslim, Rasulullah saw pernah berkata pada seorang perempuan, “Tiada di antara kalian perempuan yang ditinggal mati tiga anak-anaknya kecuali ketiga anak tersebut menjadi penghalang (hijab) bagi perempuan itu dari api neraka. Seorang perempuan bertanya, “Kalau dua orang anak?” Jawab Rasul, “(Ya) dan dua orang anak.”
Hadist di atas hanya menyebutkan sampai dua orang anak saja. Bagaimana kalau satu anak saja yang meninggal? Seandainya waktu itu ada perempuan lagi yang menanyakan “Bagaimana jika yang meninggal satu anak saja?”, kemungkinan besar Rasul juga akan mengiyakan. Artinya bilangan dua itu tidak menjadi batas. Dalam kontek yang sama, dalam hadist lain yang diriwayatkan al-Nasa’iy, Rasulullah berkata : “Tidakkah menggembirakanmu, bahwa kamu kelak akan melihat anakmu membukakan pintu surga dan berjalan menjemputmu?”.
Dalam lain, Riwayat Muslim, diceritakan ada seorang bernama Abu Hissan, yang dua anak laki-lakinya meninggal. Abu Hissan ini dekat dengan Abu Hurairah, hingga ia menganggap Abu Hurairah itu sebagai juru bicara Rasul yang senantiasa membawa kabar dari tentang Rasul. Setelah musibah meninggalnya dua anaknya itu, Abu Hissan meminta Abu Hurairah agar memberinya hadist-hadist Rasulullah yang menghibur orang-orang yang lagi berduka cita karena keluarganya meninggal.
Lantas Abu Hurairah berkata (dengan terjemah bebas begini), ” Anak-anak kecil mereka adalah anak-anak kecilnya sorga.” Maksudnya, anak-anak yang meninggal masih kecil akan menjadi penghuni surga, dan tak akan meninggalkannya. “Salah satu mereka (anak-anak kecil penghuni sorga itu) akan menemui orang tuanya. (Setelah ketemu) dia memegangi kuat-kuat baju orang tuanya, tak akan melepaskannya sampai Allah memasukkannya bersama kedua orang tuanya ke dalam surga.”
Tentu saja yang namanya tabungan atau celengan, bukanlah penentu segalanya. Dia hanya sebagai penolong saja. Andai pahala kita di dunia ini cukup memadai, ditambah pahala dari sang tabungan, maka kita akan sangat terbantu untuk lolos dari api neraka. Lain halnya bila dosa kita terlalu banyak, bantuan dari sang tabungan, tentu belum bisa membantu. Kita masih harus “mendekam” di neraka. Hikmah hadist tersebut, tingkatkanlah amal ibadah anda, karena anda sudah punya “modal” di akherat. Ayo, jangan kecewakan anak anda yang sudah menunggu disana!
- Sampaikan uneg-uneg anda pada orang terdekat yang mengerti anda.
Ini sangat penting, untuk melepaskan beban di pikiran anda agar tersalurkan secara positif. Tidak pada semua orang anda bisa menumpahkan perasaan itu. Pilihlah dan kenali pribadi dan sejauh mana kedekatan dengan anda. Orang dekat itu bisa suami, ibu kandung, adik atau kakak kandung, dsb. Semua orang yang bertemu dengan anda pasti akan mengatakan supaya anda ikhlas, sabar, tawakal,dsb.Tapi kebanyakan kata-kata itu klise belaka (hiks, sori), sekedar untuk menyatakan simpati atau bahkan basa basi.
Hingga tak jarang, mendengar kata-kata itu membuat kita justru menjadi jengkel dan marah, seolah kita tidak mengerti agama (hehe). Dulu, aku bisa bebas berkata-kata pada ibuku, yang selama 40 hari pertama kuminta mendampingiku di rumah (ibu tinggal di kampung). Selama 40 hari itu bahkan aku tidur dengan ibu. Kami sering membahas kebiasaan dan rutinitas yang dilakukan saat sang bayi masih ada.
Apapun yang aku katakan, selalu disambut ibu dengan ringan dan tawa. Kadang kami nangis bersama, tapi kemudian tertawa bersama, menertawakan kecengengan itu. “Udah ah, jangan nangis, ingat kan ada bukunya, Laa Tahzan, Laa Tahzan,” begitu kata ibu, menyebut judul sebuah buku agama yang artinya “Jangan Bersedih”, yang amat Kusuka. Ibu pernah berkata, bahwa kesedihannya dua kali lipat dari kesedihanku. Kalau aku, kesedihan hanya karena karena memikirkan anak. Sedangkan ibu, sedih memikirkan cucu, dan memikirkan anaknya (aku). Aku bersama ibu jadi rajin membaca buku agama, untuk saling menguatkan hati.
- Bukan anda sendiri yang mengalaminya
Seperti disebutkan pada awal tulisan ini, angka kematian bayi itu masih tinggi. Artinya, kasus kematian bayi bukan sesuatu yang langka. Ada banyak orang tua yang mengalami hal sama dengan anda, kehilangan sang buah hati. Bahkan ada kalanya kehadiran sang buah hati itu setelah sudah bertahun-tahun ditunggu. Ketika dia hadir, duka itupun menyergap. Berkacalah pada pengalaman orang lain. Dulu ketika aku dirundung duka, aku banyak bertemu, baik secara langsung maupun melalui media jejaring sosial, dengan teman-teman yang senasip. Ternyata banyak sekali orang, termasuk teman dekat, yang mengalami kejadian seperti saya, bahkan kejadiannya lebih tragis.
Waktu itu aku beberapa kali menulis status di facebook tentang anak yang berpulang. Ternyata banyak menanggapi, dan menyatakan kejadian itu pernah pula menimpa mereka. Misalnya ada orang kawan lama yang mengatakan dua anaknya–yang pertama dan kedua– meninggal, ada yang dua kali keguguran lalu punya anak dan meninggal. Ada pula yang anaknya tiga orang meninggal, bahkan ada pula yang empat anaknya meninggal. Tentu, “berkeluh kesah” dengan orang tua seperti mereka sangat banyak mendapat masukan, bagaimana cara mereka mengisi hari-hari penuh duka dan mengatasi kesedihan.
- Jangan saling menyalahkan
Kehilangan buah hati adalah kesedihan yang sangat dalam bagi kedua orang tuanya. Terlebih lagi bagi sang ibu, yang sudah mengandung selama sembilan bulan. Dan bisa jadi, si ibu menjalani kehamilan yang tidak sehat, seperti harus mual muntah yang berkepanjangan, tubuh selalu lemas, pendarahan, flek-flek, dan sebagainya, sehingga harus istirahat di tempat tidur (bedrest).. Kehamilan yang lemah, lalu berakhir dengan meninggalnya sang anak, tentu membuat jiwa makin terguncang.
Tidak perlu saling menyalahkan diantara orang tua. Misal, ibu menyalahkan si bapak, karena dianggap kurang perhatian pada anak semasa hidup, lambat membawanya ke rumah sakit, atau tidak mampu membiayai pengobatan yang mahal. Si bapak jangan pula menyalahkan ibu dengan kalimat tidak becus merawat bayi, kurang menjaga kesehatan selama hamil, atau bahkan tidak menghendaki si anak lahir ke dunia. Semua tudingan itu akan semakin menyakitkan hati masing-masing, penuh penyesalan yang tak berkesudahan, hingga memperpanjang masa duka.
Aku sering mendengar bagaimana kematian anak justru makin merekatkan hubungan suami istri dalam suatu keluarga. Temanku , seorang laki-laki, mengaku semakin cinta dan sayang pada istrinya ketika seorang anak mereka meninggal. Dia mendampingi sang istri pada hari-hari penuh duka, menguatkan hati, sehingga cintapun semakin kuat. Padahal sebelumnya, temanku ini kerap “melirik” perempuan lain.
Atau menurut pengakuan temanku seorang perempuan, bahwa dia dan suami sebenarnya menikah tanpa didasari cinta. Temanku itu punya pacar, dan mereka sudah hampir menikah. Keduanya kerap bertengkar, karena masing-masing adalah pribadi yang keras. Tapi sejak anak sulung mereka meninggal, pribadi mereka masing-masing menjadi melunak, saling membutuhkan, dan makin merekatkan kasih sayang. Setiap kali ada pertengkaran dan terlontar rasa ingin bercerai, mereka langsung ingat, bahwa mereka telah “disatukan” oleh rasa kehilangan buah hati yang amat menyakitkan.
- Berikanlah semua perabotan bayi anda pada orang lain
Perabotan bayi seperti baju, celana, bedong, popok, kaus tangan, kaus kaki, perlak, selimut, dan sebagainya, amat sangat menyiksa untuk dipandang bila sang buah hati telah tiada. Pikiran akan melayang kemana-mana melihat perabotan yang tidak ada lagi “pemiliknya”. Begitu pula bila ada pakaian yang belum sempat dikenakan, baik hadiah dari orang lain atau beli sendiri, kelak akan ada pikiran: harusnya anakku cantik atau ganteng sekali, saat memakai baju ini atau baju itu. Semua perabotan itu akan mengingatkan pada kenangan yang amat pahit.
Karena itu, “enyahkanlah” semua perabotan itu dari pandangan anda, atau bahkan dari rumah anda. Memberikan pada orang lain yang lebih membutuhkan, akan lebih terasa menyenangkan. Bukankah untuk sementara anda tidak membutuhkan perabotan itu. Atau berikan sebagian saja, perabotan yang kecil-kecil. Lemari pakaian atau boks bayi, bisa saja tetap anda simpan untuk anak yang akan lahir berikutnya. Atau bisa saja tidak memberikan pada siapapun semua perabotan bayi anda, dengan syarat simpanlah pada tempat yang cukup kukuh dan tidak mudah anda buka-buka, terutama pada tiga bulan pertama kehilangan tersebut.
Aku dulu memberikan semua perabotan Alvin, termasuk pakaian yang belum pernah dia pakai. Apalagi saat Alvin lahir, kakaknya, Aliza, masih berusia 1,7 tahun. Dia masih membutuhkan banyak bedong sebagai alas ngompol saat tidur di malam hari. Bayangkan, bila Aliza memakai bedong yang biasa dikenakan Alvin, bagaimana perasaanku melihatnya. Tapi lemari pakaian pemberian adikku, boks bayi, dan bath up bayi, tidak kuberikan pada orang lain.
- Simpanlah segala sesuatu yang berkaitan dengan dokumen bayi anda
Mungkin anda masih membutuhkan kenangan terhadap bayi yang meninggal, dengan asumsi, nanti bila kesedihan sudah mereda, anda ingin kembali melihatnya. Kenangan itu bisa berupa foto, video, akta kelahiran, surat keterangan kelahiran, atau hasil rontgen saat di rumah sakit. Simpanlah semua dokumen itu rapat-rapat, atau bila perlu, titipkan terlebih dahulu pada keluarga lain. Nanti bila emosi dan kesedihan anda sudah stabil, anda bisa mengambilnya lagi sebagai kenangan.
- Persibuk diri dengan aktivitas, jangan mengurung diri
Berbahagiakan bagi ibu yang bekerja atau mempunyai pekerjaan di luar rumah. Pekerjaan bisa menjadi hiburan yang amat besar. Ibu bisa bersosialisasi dengan rekan-rekan kerja, mengeluarkan energi negatif kesedihan menjadi energi positif di tempat kerja. Fokuskanlah pikiran pada pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk, atau tambahlah beban kerja anda. Tentu saja dengan tetap memperhitungkan aspek kesehatan.
Misal, bila anda seorang pegawai yang kerja hingga pukul dua sore, tak ada salahnya di rumah melanjutkan pekerjaan lain lagi dengan membuat bisnis membuat kue, katering, bertanam bunga, dan sebagainya, yang tentunya sesuai minat dan kemampuan.
Bila anda seorang ibu rumah tangga full time, carilah pekerjaan yang dapat mengisi waktu anda secara padat. Ada temanku yang ikut bisnis online dari rumah. Keinginannya yang kuat untuk menghilangkan kesedihan membuatnya amat serius menekuni pekerjaan itu, hingga dia terbilang sukses dalam bisnis tersebut. Dalam tempo dua tahun, penghasilannya justru mengalahkan gaji suaminya yang seorang PNS golongan menengah.
Sedang aku sendiri, saat ditinggal Alvin, memfokuskan diri menulis buku, dan memikirkan materi buku itu setiap hari siang dan malam. Saking sibuknya, pada hari ke 120, aku baru sadar, kalau peringatan 100 hari Alvin sudah lewat. Padahal rencananya kami akan menggelar Yasinan dan mengundang para tetangga. Alhamdulillah, buku setebal 300 halaman lebih itu, bisa kuselesaikan dan terbit dalam tempo lima bulan.
Tidak ada salahnya anda dan suami berjalan-jalan, berlibur, rekreasi ke kota lain, menginap di cottage atau hotel, untuk menyenang-nyenangkan hati. Intinya, jangan sampai mengurung diri dan larut dalam lamunan. Banyak ibu yang stres hingga sakit berkepanjangan, bahkan ada pula yang kemudian menyusul sang bayi, karena tidak mampu mengatasi kesedihan.
- Tidur di “ruang terbuka” membuat lebih leluasa bernapas
Pada hari-hari pertama kematian anak anda, cobalah untuk tidur di tempat terbuka dan luas. Misal di ruang tengah rumah, ruang tamu, dan sebagainya. Tidur dalam kamar yang sempit, apalagi terkunci dan tertutup rapat, membuat pikiran bisa sumpek dan otak seolah terkunci dalam kesedihan. Dulu aku selama beberapa hari tidak bisa tidur kamar, dan merasa sangat nyaman tidur di ruang tengah rumah orang tua saya. Kebetulan rumah orang tua di kampung (Alvin dimakamkan di kampung), cukup besar. Aku tidur bersama ibu di “ruang terbuka” itu. Sedangkan Aliza dan papanya tidur di kamar.
Itulah sedikit tips dan trik mengatasi kesedihan saat buah hati berpulang, yang pernah kualami. Tentu masih banyak cara lain yang bisa menghibur hati, tergantung situasi dan kondisi anda Intinya, yang paling utama adalah memfokuskan pikiran bahwa semua itu adalah kehendak tuhan yang tidak bisa dilawan. Bila pikiran itu anda yakinkan dalam hati, apapun cara anda melepaskan diri dari duka, pasti akan berujung bahagia. Ingatlah, anak hanyalah titipan tuhan. Kapan saja Dia mau mengambilnya, tidak memerlukan persetujuan anda. Kuatkan hati anda agar lulus dari ujian yang sangat berat itu, karena sesungguhnya ujian adalah cara tuhan menyeleksi kadar keimanan dan menambah kebahagiaan hambanya.
*Kisahku ini, selengkapnya sudah kutulis dan sudah diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Dia Menanti di Surga pada Maret 2020 lalu (cetakan pertama). Alhamdulillah, bagi orang tua yang ditinggal buah hati, banyak yang mengapresiasi buku tersebut dan cukup membantu dalam mengatasi kesedihan dan perlahan-lahan dapat mengiklaskan anak yang sudah meninggal dunia.
*****
Mohon maaf bila artikel ini berujung iklan. Ini semata-mata untuk saling berbagi pengalaman dan saling menguatkan bagi para orang tua yang ditinggal buah hati.
Pemesanan bisa melalui aplikasi belanja Shopee di toko “fahrani.shop” klik pesan cepat berikut ini:
https://wa.me/message/4W2VE6AXT343M1







