Kata Mereka tentang Buku Dipasena


Kata Mereka tentang Buku Dipasena

Dipasena adalah asset bangsa yang sudah siap diberdayakan. Pemerintah harus memberikan perhatian besar. Potensinya harus ditangani dengan baik. Ketika saya menjadi menteri sudah saya tetapkan sebagai minapolitan udang terbesar di Indonesia. Saya cinta dan prihatin melihat nasib para petambak.

(Fadel Muhammad, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI)

Dipasena adalah sebuah mimpi, harapan, kebanggaan, dugaan, dan kenyataan yang saling silang. Ia multianggle jadinya. Apa yang ditulis Fadilasari dalam buku ini adalah salah satu anggle itu, anggle khas jurnalistik, yang berpihak pada korban. Ia sebuah pelajaran yang amat berharga bagi kita semua.

(Djadjat Sudradjat, Lampung Post).

Dalam buku setebal hampir 300 halaman ini, Fadilasari mampu menggambarkan secara dramatis tentang tumbuh-kembangnya, masa-masa kejayaan, bagaimana konflik mulai menggerogoti, hingga runtuhnya sebuah kerajaan bisnis udang bernama Dipasena. Dengan gaya feature yang kuat, lengkap dengan detail dan kedalaman—kebetulan Fadilasari memang jurnalis Metro TV, sebelumnya wartawan Tempo News Room—buku ini membaca sebuah kisah kehidupan. Membaca empat belas bagian ditambah prolog dan epilog, serasa membaca novel atau malah drama yang disajikan dengan enak dan enjoy.

(Udo Z. Karzi, Editor Pustaka Labrak, Peraih penghargaan Rancage Budaya tahun 2008)

Perjuangan rakyat Bumi Dipasena memberi pelajaran berharga bagi bangsa ini untuk tidak lagi sembrono menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta, apalagi asing. Dimana relasi politik, kekuasaan, dan investasi telah sempurna menyandera penyelenggara negara dalam menjalankan tugas konstitusionalnya: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Semoga terbitnya buku ini, menandai pulihnya hak-hak petambak Bumi Dipasena. Sehingga tidak ada investasi lain berbuah pemiskinan, pelanggaran HAM, dan perusakan lingkungan di Bumi Indonesia!

(M.Riza Damanik, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan/ KIARA).

Buku ini sangat bermanfaat untuk memberikan pembelajaran bahwa adanya aset bangsa yang seharusnya sudah bisa diberdayakan dengan baik tapi belum bisa diberdayakan secara maksimal.  Selain itu, penting untuk memberdayakan sumber daya manusia dalam suatu pekerjaan agar terciptanya simbiosis mutualisme antara pekerja dengan yang mempekerjakan.

(Abu Rizal Bakrie, mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat)

Saya sudah membaca buku Dipasena itu. Sangat menarik, karena — di samping isinya yang kaya dengan informasi — gaya ungkapnya juga bernuansa sastra. Jurnalisme investigatif yang bergaya sastra. Enak dibacanya.  Sebuah buku penting yang mengungkap konflik besar di negeri ini.

 (Ahmad Yulden Erwin, Koordinator Komite Anti Korupsi Lampung)

Buku ini seperti membaca novel tentang nasib “Manusia udang” di Dipasena. Biarpun judulnya agak serius, tapi nggak perlu jiper buat melahapnya. Karena bahasanya ‘pulen’ banget buat dikunyah. Ringan nggak bikin kening mengernyit.

 (Hendri Std, Pemimpin Redaksi Suara Lampung).

Aku sudah baca bukunya, Keren banget.

(Eni Muslihah, Jurnalis Kantor Berita Antara).

Buku ini mengulas masalah ekonomi dan menyinggung kondisi saat kritis. Juga menguak pelanggaran hak-hak sipil dan politik para petani tambak Dipasena. Diceritakan dengan gaya tutur mengantar pembaca seperti mengikuti peristiwa demi peristiwa. Penulis yang juga jurnalis di Metro TV ini merangkum peristiwa Dipasena sejak awal. Ia mengajak pembaca mengeksplorasi kejadian-kejadian di tambak udang ini. (Dian Yuliastuti, Resensi Buku di Koran TEMPO)

Berita Terkait

Top